Seni rupa telah menjadi jejak berharga dari perjalanan manusia sepanjang sejarah peradaban, membawa kita pada sebuah perjalanan melalui waktu yang memukau, mulai dari zaman prasejarah yang penuh misteri hingga zaman modern yang inovatif.
Dalam artikel ini, kita akan menggali akar-akar seni rupa dalam evolusi peradaban manusia, menyingkap keindahan, makna, dan transformasi yang tak terelakkan dari seni rupa selama ribuan tahun.
Table of Contents
ToggleMenelusuri Keindahan dan Makna di Balik Seni Rupa
Seni rupa merupakan jenis seni yang menitikberatkan pada pembuatan karya visual yang memiliki nilai estetis dan dapat dinikmati secara visual. Istilah “seni rupa” sering digunakan secara luas untuk merujuk pada berbagai jenis karya seni visual, termasuk lukisan, patung, grafik, seni digital, fotografi, kerajinan tangan, dan banyak lagi. Pentingnya seni rupa adalah untuk menyampaikan gagasan, emosi, atau pesan melalui elemen visual seperti warna, bentuk, garis, tekstur, komposisi, dan berbagai media seni. Karya seni rupa dapat memiliki tujuan estetis, pendidikan, budaya, politik, atau sosial. Seni rupa juga merupakan ekspresi kreatif dari seniman, yang mencerminkan pemikiran dan pengalaman mereka.
Selain itu, seni rupa juga dapat digunakan sebagai alat untuk merangsang perasaan, memicu pertanyaan, atau bahkan memprovokasi pemikiran. Ini memberikan ruang bagi interpretasi yang berbeda oleh penontonnya, sehingga seni rupa sering kali memicu diskusi dan pemahaman yang lebih dalam tentang berbagai aspek manusia dan dunia di sekitar kita.
Sejarah dan Perkembangan Seni Rupa yang Perlu Anda Ketahui
Sejarah seni rupa dimulai jauh sebelum catatan tertulis ada, dan evolusi seni rupa terjadi selama ribuan tahun. Berikut adalah gambaran singkat tentang perkembangan seni rupa dari zaman prasejarah hingga masa modern:
1. Zaman Prasejarah
Seni rupa zaman prasejarah di Indonesia memiliki 2 periode utama, yaitu zaman batu dan zaman perunggu, yang dibedakan berdasarkan tingkat kemahiran dan teknologi yang dimiliki oleh masyarakat prasejarah pada masa itu. Pada awalnya, manusia prasejarah menjalani kehidupan yang berlangsung dalam periode waktu yang sangat lama tanpa bergantung pada peralatan seperti saat ini. Mereka mulai menciptakan alat-alat sederhana untuk mendukung kehidupan mereka, terutama setelah mulai menetap di gua sebagai tempat tinggal.
Ketika manusia prasejarah mulai menetap di gua, aktivitas seni rupa mereka juga semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk menghasilkan alat-alat pertanian, benda-benda tradisi dan lainnya. Akhirnya, mereka berhasil menemukan logam dan mempelajari teknik pengolahannya. Di Indonesia, terdapat lukisan-lukisan prasejarah pada dinding gua yang menjadi salah satu peninggalan seni rupa tertua, seperti yang diketahui di wilayah Papua, Kepulauan Kei, Seram, serta Sulawesi Selatan.
Penelitian arkeologis menunjukkan bahwa lukisan-lukisan telah hadir sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Contohnya, di Sulawesi Selatan, lukisan-lukisan seperti babi hutan tertombak dan gambar-gambar tangan diyakini sudah ada tahun < 2000 Masehi, seiring dengan perkembangan budaya Toala.
Di Papua, penelitian oleh Dr. Josef Roder menemukan lukisan-lukisan yang ada sudah ada sejak tahun <1000 tahun Masehi, beberapa di antaranya bahkan baru dibuat dalam 3-4 abad terakhir. Beberapa artefak seni rupa prasejarah yang penting di Indonesia termasuk kapak genggam dari batu, kriya tanah liat atau gerabah dari periode Mesolitik hingga Neolitik, lukisan dinding gua dari periode Mesolitik hingga Megalitik, serta bangunan megalitik seperti menhir, dolmen, sarkopak, dan lainnya. Peninggalan-peninggalan ini memberikan wawasan berharga tentang perkembangan seni rupa dan kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia.
2. Zaman Klasik (Hindu-Budha)
Seni rupa zaman Klasik (Hindu-Budha) di Indonesia memiliki 2 periode utama, yakni Zaman Klasik Tua yang berkembang sekitar abad ke-8 hingga ke-10 M, serta Zaman Klasik Muda yang berlangsung antara abad ke-11 hingga ke-15 M. Setelah prasasti-prasasti awal dengan penanggalan sekitar abad ke-4 M teridentifikasi di wilayah Kutai, Kalimantan Timur, Masa Sejarah di Indonesia pun dimulai. Prasasti-prasasti ini memakai aksara Pallava dan bahasa Sansekerta, serta mencerminkan pengaruh ajaran Veda kuno tanpa menyembah Trimurti.
Namun, kedepannya, pengaruh awal kebudayaan India ini mulai merosot dalam masyarakat nusantara, khususnya setelah Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat runtuh, kontinuitas ritual Veda Kuno yang sebelumnya didominasi oleh kaum Brahmana terputus. Sebaliknya, pada abad ke-8 M, muncul kerajaan-kerajaan baru di wilayah Jawa Tengah yang berlandaskan pada kepercayaan Hindu Trimurti. Seiring dengan pengaruh Hindu-saiva, agama Buddha Mahayana juga tiba di tengah-tengah masyarakat Jawa Kuno. Ini mengakibatkan perkembangan dua agama besar, yakni Hindu-saiva dan Buddha Mahayana, antara abad ke-8 hingga ke-10 M di Jawa bagian tengah. Periode ini menciptakan berbagai bentuk seni rupa, termasuk arca, relief, dan arsitektur bangunan luhur.
Seni rupa zaman Klasik Hindu-Budha di Indonesia sangat mencerminkan pengaruh agama dan kepercayaan pada saat itu. Ragam hias yang umum digunakan mencakup simbol-simbol seperti padma (teratai), swastika, kalamakara (Kala dan Makara), serta gambar-gambar seperti Kinnara (manusia setengah burung). Selain itu, seni rupa ini secara khusus tercermin dalam arsitektur candi-candi Hindu dan Buddha di Indonesia, sebagai contoh Candi Borobudur dan Candi Prambanan, yang menunjukkan karakteristik dan nilai-nilai agama masing-masing.
3. Zaman Madya (Pengaruh Islam)
Pengaruh Islam mulai memberikan pengaruhnya pada seni rupa Indonesia sejak abad ke-11 melalui perdagangan dengan pedagang dari Gujarat, India. Mereka menjadi agen utama dalam penyebaran agama Islam di wilayah ini. Pengaruh Islam pada seni rupa Indonesia membawa perubahan signifikan dalam pandangan dan motif seni. Salah satu dampak utama adalah pergeseran dari motif-motif binatang dan elemen-elemen kepercayaan tradisional ke pola hias yang terinspirasi oleh alam semesta.
Dalam seni rupa Islam, motif hias geometris menjadi lebih mendominasi, dengan pola-pola berdasarkan geometri dan alam semesta yang dikenal sejak zaman prasejarah. Motif-motif ini terus berkembang dan mempengaruhi seni rupa, terutama dalam seni dekoratif seperti batik. Ragam hias geometris dan motif alam semesta menjadi karakteristik yang kuat dalam seni batik Indonesia.
Selain itu, Islam juga mempengaruhi seni pahat, terutama pada batu nisan yang digunakan dalam pemakaman. Arsitektur masjid Indonesia juga mencerminkan akulturasi budaya antara Islam dan budaya Nusantara. Dalam arsitektur masjid Indonesia, kita dapat melihat penggunaan prinsip dasar bangunan kayu pada masjid-masjid lama, seringkali dilengkapi dengan pendapa di bagian depan. Ciri khas lainnya adalah atap tumpang yang memberikan sirkulasi udara dan penggunaan tiang kayu yang dominan. Interior masjid sering dihiasi dengan pola hias yang mencakup bunga, dedaunan, pola geometris, serta kaligrafi.
Kaligrafi juga menjadi bagian penting dari seni rupa Islam di Indonesia. Berbagai objek, termasuk senjata seperti belati dan pedang, dihiasi dengan kaligrafi. Kaligrafi Arab dan Arab gundul menjadi bagian integral dari seni rupa Nusantara pada masa ini. Terakhir, batik, yang telah dikenal sejak prasejarah, mengalami perkembangan pesat selama periode seni rupa Islam. Pengaruh Islam pada seni rupa batik Indonesia tercermin dalam pergantian motif-motif tradisional dengan motif-motif flora seperti bunga, buah, dan dedaunan.
4. Zaman Modern Indonesia
Pada masa itu, Indonesia masih berada dalam status koloni Belanda dan dikenal dengan nama Hindia-Belanda. Seni rupa modern di Indonesia berkembang secara terhenti di bawah kekuasaan VOC. Meskipun demikian, kolonialisme Belanda berhasil menghasilkan setidaknya satu tokoh yang terkenal dalam pengembangan seni rupa di Indonesia. Periode ini kemudian menjadi dorongan bagi munculnya periode seni rupa modern lainnya di masa yang akan datang. Hasil dari perkembangan tersebut adalah munculnya berbagai periode seni rupa modern, berikut diantaranya:
-
Periode Perintis (1826-1880)
Seni rupa modern di Indonesia diawali oleh seniman terkenal, Raden Saleh, yang memimpin gerakan ini dengan dipengaruhi oleh aliran Romantisisme. Raden Saleh memperoleh pengalaman melukis di luar negeri dan membawa kontribusi berarti dalam perkembangan seni rupa modern di Indonesia.
-
Periode Indonesia Jelita (Mooi Indie)
Periode ini melanjutkan perkembangan seni rupa modern setelah meninggalnya Raden Saleh. Seniman-seniman semacam Abdullah Surio Subroto, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah, dan Trijoto Abdullah menjadi terkenal pada periode ini. Mereka sering melukis keindahan alam Hindia-Belanda, sehingga periode ini dikenal sebagai “Indonesia Jelita.”
-
Periode PERSAGI
PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia) didirikan pada masa tersebut dengan tujuan mengembangkan seni rupa Indonesia asli. Seniman seperti S. Sudjojono dan Agus Jayasuminta berperan penting dalam gerakan ini dan mencoba mencari ciri khas seni rupa Indonesia yang berbeda dari periode sebelumnya.
-
Periode Akademi (1950)
Periode ini ditandai dengan perkembangan pendidikan formal dalam seni rupa di Indonesia. Lembaga Pendidikan seperti ASRI dan program Seni Rupa ITB didirikan, serta jurusan pendidikan seni rupa di berbagai institut pendidikan. Ini membantu menciptakan seniman-seniman serta pengajar-pengajar seni rupa di Indonesia.
-
Periode Seni Rupa Baru
Pada sekitar tahun 1974, timbul sebuah kelompok seniman yang dipengaruhi oleh seni modern Barat. Kelompok ini, yang dipimpin oleh Jim Supangkat, S. Prinka, Dee Eri Supria, dan lainnya, membawa inovasi dalam seni lukis Indonesia. Mereka berusaha melepaskan diri terhadap kendala-kendala tradisional seni rupa dan mendorong kreativitas baru serta eksperimen dalam seni.
Dengan menelusuri perjalanan panjang seni rupa dari zaman prasejarah, kita dapat menyaksikan bagaimana manusia telah mengekspresikan kreativitas, imajinasi, dan budaya mereka melalui media visual.
Seni rupa tidak hanya menjadi cermin perubahan sosial dan sejarah, tetapi juga tetap hidup sebagai warisan berharga yang menginspirasi generasi-generasi masa kini dan masa depan. Dengan penuh penghargaan terhadap warisan seni rupa ini, kita diingatkan akan kekuatan manusia untuk mencipta, bermimpi, dan merasakan keindahan dunia di sekitar kita.